Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Solusi Hebat atau Tantangan Baru? Kupas Dampaknya di Sini!

 Pengkaji:

  • Tiara Abrila Syam
  • Yulia Eka Puja Riyanti 

Program Makan Gizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program prioritas yang diusung pemerintah Prabowo sebagai bentuk komitmen untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Tujuan utama dari program ini adalah mengatasi masalah kekurangan gizi, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak, pelajar, dan ibu hamil.

 Data Kementerian Kesehatan dan Kemenko PMK menunjukkan bahwa sekitar 41% siswa di Indonesia pernah mengalami kelaparan, yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar serta prestasi pendidikan (Merlinda & Yusuf, 2025). Melalui program MBG, pemerintah berupaya memberikan akses makanan bergizi secara merata agar setiap anak memiliki kesempatan tumbuh dan belajar dengan baik. Namun, pelaksanaan MBG tentu bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utamanya adalah pengalokasian anggaran yang besar . Oleh karena itu, pengelolaan dana harus dilakukan secara efisien dan transparan agar tidak mengganggu stabilitas keuangan negara serta tidak menurunkan kualitas program penting lainnya.

 Program ini sejalan dengan nilai luhur sila kelima Pancasila: “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .” Pemerintah berusaha menghadirkan pemerataan akses gizi dari daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) hingga kota besar. Setiap anak, tanpa melihat latar belakang sosial dan ekonomi, dapat menikmati makanan bergizi. Dengan prinsip keadilan sosial tersebut, MBG diharapkan dapat menjadi langkah nyata dalam mewujudkan masyarakat yang lebih sehat, sejahtera, dan berdaya saing.

Dampak Positif Program MBG terhadap Kesehatan dan Pendidikan

 Program Makan Gizi Gratis (MBG) diharapkan membawa banyak manfaat nyata, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan . Sektor kedua ini sangat penting karena saling berkaitan dan menjadi dasar bagi pembangunan manusia Indonesia yang unggul.

Dampak terhadap Kesehatan

Dengan pemberian makanan bergizi secara rutin, program MBG dapat membantu menurunkan angka stunting, kekurangan gizi, dan malnutrisi, khususnya pada anak-anak dan ibu hamil. Asupan gizi yang cukup membantu proses tumbuh kembang anak, memperkuat sistem imun, serta meningkatkan stamina masyarakat. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menciptakan generasi muda yang lebih sehat dan produktif . Selain itu, MBG juga berpotensi meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola makan seimbang . Ketika masyarakat mulai terbiasa mengonsumsi makanan bergizi, kebiasaan ini bisa menjadi langkah kecil menuju gaya hidup sehat secara menyeluruh.

Dampak terhadap Pendidikan

Kecukupan gizi mempunyai pengaruh langsung terhadap kemampuan belajar siswa. Anak-anak yang makan dengan cukup dan bergizi akan lebih fokus, aktif, dan semangat dalam mengikuti pelajaran. Program MBG dapat membantu mengurangi masalah seperti ketakutan di kelas, kesulitan konsentrasi, bahkan angka putus sekolah karena kekurangan energi atau kondisi kesehatan yang buruk. Dengan dukungan gizi yang baik, siswa dapat berkembang secara optimal, baik dari segi fisik maupun mental. Pada akhirnya, hal ini berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan nasional dan menjadi investasi jangka panjang bagi kemajuan Indonesia. 

Tantangan dan Dampak Negatif dalam Implementasi Program MBG

 Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi berbagai tantangan struktural dan teknis yang berdampak terhadap efektivitas implementasinya di lapangan. Salah satu kendala utama adalah terbatasnya infrastruktur dan akses distribusi pangan, terutama di wilayah timur Indonesia seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Kondisi geografis yang sulit, keterbatasan transportasi, serta infrastruktur jalan yang rusak menyebabkan bahan pangan sulit menjangkau sasaran sekolah-sekolah tepat waktu. Akibatnya, kualitas makanan bergizi sering menurun sebelum diterima oleh peserta program, sehingga tujuan peningkatan gizi anak tidak tercapai secara optimal (Zulaika et al., 2025).

 Selain kendala logistik, keterbatasan anggaran dan lemahnya koordinasi antar instansi juga menjadi permasalahan mendasar. Kiftiyah dkk. (2025) menjelaskan bahwa alokasi dana program MBG belum sepenuhnya proporsional terhadap kebutuhan operasional di lapangan. Pemerintah daerah sering mengalami keterlambatan dana, sementara sistem pelaporan dan pengawasan masih belum terintegrasi. Hal ini mengakibatkan ketidaksesuaian antara kebijakan pusat dan pelaksanaan daerah, serta tumpang tindih pelaksanaan antar instansi.

 Dari sisi sosial, rendahnya literasi gizi masyarakat turut menjadi faktor penghambat. Banyak penerima manfaat, terutama di daerah terpencil, belum memahami pentingnya konsumsi makanan bergizi seimbang. Akibatnya, meskipun makanan telah disediakan secara gratis, tingkat penerimaan dan perubahan perilaku gizi masyarakat masih rendah. Di beberapa daerah, preferensi konsumsi tradisional yang tinggi terhadap makanan tinggi karbohidrat menyebabkan program MBG belum memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan status gizi anak.

 Masalah lain yang muncul adalah pengawasan dan evaluasi program yang masih lemah. Sistem monitoring berbasis data belum berjalan efektif, sehingga sulit menilai sejauh mana program berhasil mencapai targetnya. Beberapa laporan lapangan menunjukkan adanya perbedaan kualitas makanan antarwilayah, keterlambatan distribusi, bahkan potensi cakupan anggaran (Zulaika et al., 2025). Jika tidak diatasi, kelemahan ini berisiko menimbulkan ketergantungan sosial serta menekan peran ekonomi lokal. Hal serupa dicatat dalam jurnal Jurnal Pancasila: Keindonesiaan, program makan gratis juga merugikan dapat mengurangi daya saing pedagang kecil dan penyedia makanan lokal jika sistem pengadaan tidak berpihak kepada pelaku ekonomi setempat.

Solusi dan Rekomendasi untuk Keberlanjutan Program MBG 

 Untuk menjamin program MBG, berbagai solusi perlu diterapkan secara terpadu. Pertama, penguatan tata kelola dan koordinasi. Pemerintah perlu membangun mekanisme kerja yang sama yang jelas antara Kemendikbud, Kemenkes, dan pemerintah daerah, termasuk mekanisme pelaporan digital berbasis data. Dengan sistem yang terintegrasi, rantai pasok pangan bergizi dapat berjalan lebih efisien dan transparan.

 Kedua, peningkatan infrastruktur logistik dan transportasi di daerah terpencil. Pemerintah dapat menyediakan fasilitas cold storage dan perbaikan sarana distribusi agar kualitas bahan pangan tetap terjaga hingga ke penerima manfaat. Upaya ini perlu disinergikan dengan program pembangunan daerah agar pasokan tidak bergantung pada proyek jangka pendek.

 Ketiga, pemberdayaan komunitas lokal dan partisipasi masyarakat harus menjadi inti dari pelaksanaan MBG. Dengan melibatkan petani, nelayan, dan UMKM lokal sebagai penyedia bahan pangan, program ini tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga memperkuat perekonomian daerah. Pendekatan berbasis komunitas akan meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap keberhasilan program (Lestari & Pranoto, 2021).

 Selain itu, edukasi gizi dan kampanye perilaku sehat perlu dilakukan secara paralel dengan distribusi makanan. Peningkatan literasi gizi melalui sekolah dan media masyarakat dapat mengubah pola pikir masyarakat terhadap pentingnya asupan gizi seimbang. Pemerintah juga menyarankan sistem pengembangan pemantauan dan evaluasi berbasis teknologi digital, misalnya dengan aplikasi pelaporan yang berani yang memadukan distribusi, kualitas, dan penerimaan masyarakat secara real-time.

 Dari sisi ekonomi, pengadaan bahan pangan sebaiknya mengutamakan produk lokal untuk menciptakan efek berganda terhadap perekonomian daerah. Integrasi antara MBG dengan program ketahanan pangan nasional akan mendorong kesejahteraan petani dan menjamin keberlangsungan pasokan. Terakhir, pemerintah perlu menerapkan mekanisme anggaran berbasis kinerja (kinerja based budgeting) agar setiap daerah mendapatkan dana sesuai capaian implementasi dan hasil evaluasi yang terukur.

                         DAFTAR PUSTAKA

Kiftiyah, A., Palestina, FA, Abshar, FU, & Rofiah, K. (2025). Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam perspektif keadilan sosial dan dinamika sosial-politik. Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, 5(1), 101–112.  

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset & Teknologi. (nd). Program Makan Bergizi Gratis (MBG) — Menyongsong Indonesia Emas 2045. BPMP Provinsi Sumut. Diakses tanggal 17 Oktober 2025, dari https://bpmpprovsumut.kemendikdasmen.go.id/program-makan-bergizi-gratis-mbg-menyongsong-indonesia-emas-2045/

Zulaika, N., Suryani, T., & Pratiwi, RA (2025). Kebijakan makan bergizi gratis di Indonesia Timur: Tantangan, implementasi, dan solusi untuk ketahanan pangan. Jurnal Pengabdian dan Inovasi Masyarakat (JPIM), 5(1), 54–67. https://doi.org/10.56394/jpim.v5i1.641

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2024, 5 April). Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyongsong Indonesia Emas 2045. Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Sumatera Utara. https://bpmpprovsumut.kemendikdasmen.go.id/program-makan-bergizi-gratis-mbg-menyongsong-indonesia-emas-2045/

Lestari, D., & Pranoto, YA (2021). Pemberdayaan masyarakat sebagai strategi program kemiskinan gizi anak sekolah di Indonesia. Jurnal Ketahanan Pangan dan Gizi Masyarakat, 10(2), 145–158. https://doi.org/10.15294/jkpgm.v10i2.31567

Ali, M., Rahman, F., & Nurdin, S. (2021). Integrasi ekonomi lokal dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia, 22(3), 211–224. https://doi.org/10.22146/jepi.59384

Komentar