Pengkaji:
- Angelina Kurnia
- Friska Hutagulung
- Tsaniya Mutmainah
Pemerintah menetapkan 1 Ramadhan
1445 Hijriah jatuh pada Selasa (12/3/2024). Muncul harapan momen Ramadhan dan
perayaan Idul Fitri tahun ini bisa membawa peningkatan pertumbuhan ekonomi di
tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian. Dari tahun ke tahun, Ramadhan
dan Idul Fitri selalu berkontribusi mempercepat perputaran ekonomi nasional.
Tanda-tanda menggeliatnya pertumbuhan ekonomi yang didorong
Ramadhan tahun ini sudah tecermin dari meningkatnya alokasi jumlah uang tunai
yang disiapkan Bank Indonesia (BI) pada periode Lebaran kali ini. BI menyiapkan
uang tunai sebesar Rp 197,6 triliun periode Ramadhan dan Idul Fitri 2024.
Jumlah ini meningkat dari tahun 2023 sebesar Rp 195 triliun, tapi tidak lebih
banyak dari tahun 2022, yakni Rp 207 triliun.
Pertumbuhan Ekonomi
Data historis menunjukkan korelasi
positif antara Ramadhan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Triwulan II 2023,
yang bertepatan dengan Ramadhan dan Lebaran, mencatatkan pertumbuhan ekonomi
5,17% (yoy), melampaui triwulan sebelumnya. Ekonom Faisal Rachman dan Yusuf
Rendy Manilet memprediksi Ramadhan 2024 akan mendorong pertumbuhan ekonomi
0,14%-0,25% dan 5%-5,5% di kuartal II-2024.
Peningkatan konsumsi dan aktivitas
ekonomi menjadi faktor pendorong utama. Tradisi Ramadhan seperti menyediakan
hidangan berbuka puasa dan sahur, membeli pakaian baru, dan tradisi mudik
Lebaran meningkatkan permintaan dan konsumsi masyarakat. Meningkatnya
permintaan ini memicu aktivitas ekonomi di berbagai sektor, seperti
perdagangan, jasa, dan pariwisata.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi
selama Ramadhan didorong oleh beberapa faktor, antara lain:
●
Meningkatnya konsumsi: Masyarakat Muslim di
Indonesia memiliki tradisi untuk meningkatkan konsumsi makanan, minuman,
pakaian, dan kebutuhan Ramadhan lainnya.
●
Meningkatnya aktivitas ekonomi:
Aktivitas ekonomi seperti perdagangan, jasa, dan pariwisata meningkat selama
Ramadhan.
●
Meningkatnya pencairan tunjangan hari raya (THR): Pencairan THR kepada karyawan di sektor publik dan swasta
meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi.
Pemerintah dan Bank Indonesia
memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong
pertumbuhan ekonomi selama Ramadhan. Kebijakan seperti operasi pasar untuk
menjaga ketersediaan bahan pokok, program bantuan sosial untuk kelompok prasejahtera,
dan kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi menjadi langkah penting untuk
menjaga stabilitas.
UMKM
Ramadhan
menjadi momen penting bagi UMKM untuk meningkatkan pendapatan. Data dari
Katadata.co.id menunjukkan 87% UMKM mengalami peningkatan penjualan selama
Ramadhan 2023. Shopee mencatat, penjualan produk UMKM di platformnya naik 144%
pada Ramadhan 2023. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memprediksi omzet
UMKM naik 30% selama Ramadhan 2024, dan Tokopedia memprediksi kenaikan
transaksi produk UMKM di platformnya mencapai 3 kali lipat dibandingkan hari
biasa.
Peningkatan
penjualan UMKM selama Ramadhan didorong oleh beberapa faktor, antara lain:
●
Meningkatnya permintaan: Masyarakat Muslim di
Indonesia lebih memilih untuk membeli produk UMKM untuk kebutuhan Ramadhan dan
Lebaran.
●
Promosi dan diskon: Banyak UMKM yang
menawarkan promo dan diskon menarik untuk menarik pembeli.
●
Pemanfaatan platform digital:
Semakin banyak UMKM yang memanfaatkan platform digital untuk memasarkan produk
mereka, sehingga jangkauan pasarnya lebih luas.
Banyak UMKM memanfaatkan
bulan Ramadhan untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan. Hal ini tampak dari
adanya kegiatan usaha yang meningkat pada bulan ini, terutama pada bisnis
kuliner dan fashion. Walaupun tingkat persaingannya tinggi, tetapi itu tidak
menjadi masalah bagi pelaku UMKM, sebab banyak sekali orang-orang yang ingin
membeli berbagai macam jajanan untuk berbuka puasa dan sahur. Ada juga
bermunculan berbagai tempat makan dan munculnya berbagai pasar menjelang
ngabuburit. ini adalah kesempatan yang baik untuk mempromosikan produk usaha
mereka kepada masyarakat. Selain itu juga banyak permintaan berbagai komoditas
perlengkapan ibadah seperti pakaian muslim, perlengkapan ibadah dan lain-lain
yang menjadi trend kekinian. Apalagi saat satu minggu sebelum menjelang lebaran
masyarakat mulai memburu pakaian lebaran hingga kue-kue kering khas lebaran,
yang berarti saat bulan Ramadhan perekonomian para pelaku UMKM mengalami
peningkatan.
Konsumsi
Ramadhan identik dengan
peningkatan konsumsi. Konsumsi
rumah tangga merupakan komponen penting dalam struktur ekonomi Indonesia.
Pasalnya, selama ini konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama
perekonomian Indonesia yang mampu berkontribusi rata- rata hingga lebih dari
55% terhadap produk domestik bruto (PDB). Data dari The Conversation menunjukkan konsumsi makanan meningkat 40% selama
Ramadhan. TGM Research menunjukkan
58% responden berencana meningkatkan konsumsi pada Ramadhan 2024, dan NielsenIQ
memprediksi kenaikan penjualan produk consumer goods 5-10% selama periode
tersebut.
Konsumsi ini menjadi
salah satu aspek yang paling terpengaruh selama bulan Ramadhan. Hal ini tidak
mengherankan, mengingat Ramadhan identik dengan berbagai tradisi dan momen
spesial yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.
Peningkatan konsumsi
selama Ramadhan didorong oleh beberapa faktor, antara lain:
●
Tradisi: Masyarakat Muslim di
Indonesia memiliki tradisi untuk menyediakan hidangan berbuka puasa dan sahur
yang lebih istimewa dibandingkan hari biasa. Tradisi ini mendorong peningkatan
konsumsi bahan makanan, seperti beras, daging, telur, dan sayur-sayuran. Selain
itu, tradisi membeli pakaian baru untuk Lebaran juga meningkatkan konsumsi di
sektor sandang.
●
Meningkatnya pendapatan: Pencairan THR
(Tunjangan Hari Raya) dan bonus Ramadhan bagi karyawan di sektor publik dan
swasta meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini mendorong peningkatan
konsumsi berbagai produk, mulai dari kebutuhan pokok hingga barang-barang
mewah.
●
Momen kebersamaan: Ramadhan menjadi momen
spesial untuk berkumpul bersama keluarga dan teman. Hal ini meningkatkan
konsumsi makanan dan minuman bersama, baik di rumah maupun di restoran.
Meskipun peningkatan
konsumsi selama Ramadhan memiliki dampak positif bagi ekonomi, namun perlu
diperhatikan pula potensi dampak negatifnya, seperti inflasi dan juga
pengeluaran yang berlebihan. Peningkatan permintaan dapat menyebabkan inflasi,
terutama pada harga bahan pokok. Hindari mengeluarkan uang berlebihan untuk
membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan.
Tren Inflasi Selama
Ramadan
Studi empiris menunjukkan selama Ramadan kebutuhan rumah
tangga mengalami lonjakan, bahkan konsumsi pangan meningkat, sehingga mendorong
naiknya inflasi. Nielsen Global Survey
dalam studinya menyebutkan bahwa momen Lebaran selalu mampu mendongkrak
permintaan terhadap barang konsumsi. Permintaan yang tinggi ini tidak hanya
terjadi di pasar modern, melainkan juga di pasar-pasar tradisional. Alasan
meningkatnya daya beli masyarakat, dikarenakan aktivitas Ramadan yang bersifat
amal berupa meningkatnya infaq, sedekah, serta zakat (termasuk zakat maal) yang
mendorong pendapatan masyarakat meningkat, bahkan pendapatan masyarakat 40%
terbawah ikut meningkat. Kondisi tersebut juga membawa efek meningkatnya
inflasi yang juga perlu diwaspadai.
Bank Indonesia melaporkan bahwa inflasi pada Maret 2023,
yang bertepatan dengan awal Ramadan, terkendali dengan inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK) sebesar 0.18%. Kementerian Keuangan Indonesia mengharapkan
tingkat inflasi tetap terkendali selama bulan Ramadan, dengan inflasi makanan
yang volatil menurun signifikan dari 7.62% tahun ke tahun pada Februari menjadi
5.83% pada Maret. Namun, BPS melaporkan kenaikan harga makanan tahun ke tahun
sebesar 8.47% menjelang musim Ramadan pada Maret 2024, yang merupakan lonjakan
tertinggi sejak September 2022.
BPS mencatat bahwa inflasi tahunan pada bulan Ramadan
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, dengan inflasi
umum pada Ramadan 2023 sebesar 0.18%. Permintaan barang yang biasanya naik selama Ramadhan
adalah beras, telur, minyak goreng, daging ayam, dan pakaian. Sementara itu,
permintaan jasa yang biasanya naik adalah transportasi. Oleh karena itu,
diperlukan pengendalian inflasi seperti Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi
Pangan (GNPIP) yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan pemerintah daerah,
sangat signifikan perannya dalam pencapaian pengendalian inflasi. Selain itu,
peran pemerintah juga bisa mengontrol distribusi pangan (bahan pokok) yang
seringkali hilangnya barang/pangan di pasar atau munculnya penimbunan.
Inflasi Ramadan merupakan fenomena kompleks yang
membutuhkan solusi multi-aspek. Upaya kolektif dari pemerintah, BI, dan
masyarakat melalui GNPIP, distribusi pangan yang efektif, intervensi
pemerintah, dan edukasi, dapat membantu menjaga stabilitas harga dan inflasi
during Ramadan.
Kesimpulan
Kajian empiris
menunjukkan bahwa Ramadhan memiliki dampak positif terhadap ekonomi Indonesia,
terutama pada aspek pertumbuhan ekonomi, konsumsi, dan UMKM. Peningkatan
konsumsi dan aktivitas ekonomi selama Ramadhan mendorong pertumbuhan ekonomi di
triwulan II. UMKM juga mendapat manfaat dari Ramadhan dengan meningkatnya
penjualan dan omzet. Pemerintah
perlu mengambil peran penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan membantu
UMKM selama Ramadhan. Dengan kebijakan yang tepat, Ramadhan dapat menjadi momen
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Referensi :
Bank Indonesia. (2023). Statistik
Ekonomi dan Moneter. Jakarta: Bank Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik Indonesia. Jakarta: BPS.
Katadata.co.id. (2023). Ramadhan
Dongkrak Penjualan UMKM.
The Conversation. (2023). Ramadhan
dan Lebaran Dorong Konsumsi, Bagaimana Dampaknya pada Ekonomi Indonesia?
TGM Research. (2023). Survei
Ramadhan 2024: Tren Belanja dan Perilaku Konsumen. Jakarta: TGM Research.
NielsenIQ. (2023). Ramadhan 2024: Peluang dan Tantangan di Tengah Pemulihan Ekonomi. Jakarta:
NielsenIQ.
Kementerian Keuangan. (2023). Siaran
Pers: Menkeu Jelaskan Dampak Ramadhan dan Lebaran terhadap Perekonomian.
Kementerian Koperasi dan UKM. (2023). Menkop UKM Targetkan Omzet UMKM Naik 30% Saat Ramadhan.
Komentar
Posting Komentar