Dampak Ekonomi Terhadap Korupsi Pertamina

 Pengkaji:

  • Angelina Kurnia 
  • Nadila Septiani
Perusahaan Negara (PN) Pertamina, bertujuan untuk mengelola sumber daya alam Indonesia yang kaya akan minyak dan gas. Seiring dengan berjalannya waktu, Pertamina berkembang menjadi salah satu perusahaan energi terbesar di Asia Tenggara. Pertamina bertanggung jawab atas pengelolaan cadangan energi nasional, termasuk produksi dan distribusi minyak mentah, gas alam, serta produk-produk energi lainnya yang sangat penting bagi sektor industri dan transportasi.

Pertamina, sebagai perusahaan minyak dan gas milik negara Indonesia, memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Sebagai entitas yang bergerak di sektor energi, Pertamina mengelola sebagian besar pasokan energi Indonesia, mulai dari eksplorasi hingga distribusi. Pendapatan yang diperoleh dari ekspor dan distribusi energi turut mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, kestabilan dan integritas perusahaan ini sangat penting bagi kesejahteraan negara.

Namun, meskipun memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian negara, Pertamina juga tidak luput dari masalah besar, salah satunya adalah korupsi. Kasus korupsi yang melibatkan pejabat atau pihak-pihak dalam Pertamina telah menjadi sorotan publik dalam beberapa tahun terakhir. Apa penyebabnya dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian di Indonesia?

Ekonomi Chaos, Korupsi di Pertamina Semakin Terkuak
Ditengah krisis ekonomi, korupsi di Pertamina malah makin merajalela. Gimana bisa perusahaan penyokong energi nasional ini jadi sasaran empuk oknum nakal? Padahal, Pertamina punya peran vital dalam menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia. Kasus dugaan korupsi di PT Pertamina terus menjadi sorotan setelah Kejaksaan Agung mengungkap bahwa kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun hanya dalam satu tahun, yakni 2023. Namun, angka ini diyakini masih akan bertambah, mengingat kasus ini berlangsung sejak 2018 hingga 2023.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, menyatakan bahwa nilai kerugian negara kemungkinan jauh lebih besar jika dihitung selama lima tahun. Jika menggunakan perkiraan sederhana dengan asumsi kerugian setiap tahun sama dengan 2023, total kerugian selama lima tahun bisa mencapai Rp 968,5 triliun.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan tersangka antara lain kepada
Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Sanitiar tak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka.

Latar Belakang- Ekonomi Rapuh, Korupsi Merajalela
Kondisi ekonomi Indonesia yang rapuh, ditandai dengan inflasi yang meningkat dan
nilai tukar rupiah yang melemah, telah menciptakan lingkungan yang rentan terhadap praktik korupsi. Dalam konteks ini, Pertamina sebagai perusahaan energi negara yang memiliki peran vital dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM) nasional, menjadi salah satu entitas yang berisiko tinggi terhadap kebobolan akibat korupsi.
  1. Kondisi Ekonomi yang Tidak Stabil    Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan tekanan pada anggaran pemerintah dan perusahaan, termasuk Pertamina. Ketika biaya operasional meningkat, ada kemungkinan pengelolaan keuangan yang tidak transparan dan penyalahgunaan wewenang untuk menutupi kekurangan. Menurut Bank Indonesia, inflasi pada tahun 2023 diperkirakan mencapai angka yang signifikan, yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
  2. Rendahnya Skor Indeks Persepsi Korupsi                                                      Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang hanya 38 dari 100, menurut Transparency International, menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius di negara ini. Hal ini menciptakan iklim di mana praktik korupsi dapat berkembang, terutama di sektor-sektor yang memiliki anggaran besar seperti energi. Dalam laporan mereka, Transparency International menekankan perlunya reformasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya.
Penyebab-Ekonomi Jadi Pemicu Utama Korupsi
Kondisi ekonomi yang tidak stabil, seperti kenaikan harga minyak dunia dan defisit
anggaran negara, telah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi praktik korupsi, terutama di sektor-sektor strategis seperti Pertamina. 
Kenaikan harga minyak dunia yang drastis tidak hanya berdampak pada biaya operasional Pertamina, tetapi juga menciptakan tekanan untuk mencari cara-cara alternatif dalam memperoleh keuntungan. Dalam situasi seperti ini, oknum di dalam perusahaan mungkin tergoda untuk melakukan manipulasi dalam pengadaan barang dan jasa. Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS), fluktuasi harga minyak global dapat mempengaruhi inflasi domestik dan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya dapat memicu tindakan korupsi.

Defisit anggaran yang terus menerus juga dapat memaksa perusahaan-perusahaan
milik negara, termasuk Pertamina, untuk mencari sumber pendapatan tambahan dengan cara yang tidak etis. Misalnya, kasus pengadaan barang dan jasa yang tidak transparan sering kali terungkap, di mana oknum tertentu memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Harvard Business Review (2022) mengungkapkan bahwa tekanan finansial dapat mengikis integritas dan etika pejabat. Ketika pejabat menghadapi tantangan finansial, mereka mungkin merasa terpaksa untuk mengambil keputusan yang tidak etis demi keuntungan pribadi. Menurut laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), banyak proyek pengadaan yang tidak diawasi dengan baik, sehingga memudahkan oknum untuk melakukan penyimpangan.

Dampak- Rakyat Tercekik, Masyarakat Jadi Korban
Korupsi yang terjadi di Pertamina tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi
juga berdampak langsung pada masyarakat luas. Korupsi yang melibatkan proyek fiktif dan praktik mark-up harga di Pertamina diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai hampir 1 kuadriliun rupiah. Kerugian ini tidak hanya menghilangkan potensi pendapatan negara, tetapi juga mengurangi anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik.

Kenaikan harga BBM akibat korupsi pertamina berdampak langsung pada daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di lapisan ekonomi bawah. Penelitian dari Universitas Gadjah Mada (2023) menunjukkan bahwa korupsi di sektor energi dapat meningkatkan ketimpangan sosial hingga 15% di daerah miskin. Hal ini berarti bahwa masyarakat yang sudah berada dalam kondisi ekonomi yang sulit akan semakin terpuruk akibat korupsi, sementara kelompok yang terlibat dalam praktik korupsi justru mendapatkan
keuntungan. 

Akibat dari praktik korupsi ini, masyarakat menjadi korban langsung. Kenaikan harga
BBM dan barang kebutuhan pokok membuat banyak keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Korupsi di Pertamina juga berdampak pada pembangunan daerah. Anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan sering kali disalahgunakan.

Solusi-Transformasi Ala Singapura, Pertamina Bisa Bersih!
Korupsi yang merajalela di Pertamina memerlukan langkah-langkah pencegahan yang efektif. Mengambil inspirasi dari Singapura, yang berhasil menekan tingkat korupsi melalui berbagai strategi, Pertamina dapat menerapkan beberapa solusi untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan transparan.
  1. Sistem Pengawasan yang Ketat   Singapura dikenal dengan sistem pengawasan yang sangat ketat, yang mencakup audit rutin dan pengawasan independen terhadap semua transaksi keuangan. Pertamina dapat mengadopsi pendekatan serupa dengan meningkatkan frekuensi dan kualitas audit internal serta melibatkan pihak ketiga yang independen untuk melakukan evaluasi terhadap proyek-proyek yang dikelola.
  2. Pemanfaatan Teknologi Digital    Digitalisasi telah terbukti efektif dalam menekan korupsi. MIT (2024) menyatakan bahwa penerapan teknologi digital dapat menurunkan tingkat korupsi hingga 30%. Pertamina dapat memanfaatkan teknologi seperti blockchain untuk menciptakan sistem yang transparan dan tidak dapat dimanipulasi. Dengan menggunakan blockchain, setiap transaksi dapat dicatat secara permanen dan dapat diakses oleh publik, sehingga mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kewenangan.
  3. Pengurangan Birokrasi yang Berbelit        Proses birokrasi yang rumit sering kali menjadi celah bagi praktik korupsi. Pertamina perlu melakukan evaluasi dan penyederhanaan proses pengadaan barang dan jasa. Dengan mengurangi langkah-langkah yang tidak perlu, perusahaan dapat mempercepat proses dan mengurangi peluang bagi oknum untuk melakukan korupsi.
  4. Insentif Untuk Pelapor Korupsi    Mendorong masyarakat dan karyawan untuk melaporkan praktik korupsi adalah langkah penting dalam pencegahan. Pertamina dapat menerapkan program insentif bagi pelapor yang memberikan informasi mengenai tindakan korupsi.
Korupsi di Pertamina bukan hanya sekadar isu internal perusahaan, tetapi juga cerminan dari kondisi ekonomi yang rapuh dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan kerugian yang mencapai hampir 1 kuadriliun rupiah, dampak dari praktik korupsi ini
terasa langsung di kantong rakyat, memicu kenaikan harga BBM dan memperburuk
ketimpangan sosial.

Namun, seperti yang diungkapkan oleh Oxford Review (2023), "Korupsi bisa mati
kalau kita bergerak bersama." Ini adalah panggilan untuk kita semua, pemerintah,
masyarakat, dan sektor swasta untuk bersatu dalam memerangi korupsi dan mendorong perubahan yang nyata.

Saatnya kita tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga penggerak perubahan. Dengan menerapkan sistem pengawasan yang ketat, memanfaatkan teknologi digital, dan membangun budaya anti-korupsi, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih transparan dan akuntabel. Apakah Anda siap untuk menjadi bagian dari gerakan melawan korupsi dan berkontribusi pada perubahan positif? Mari kita awasi, kritik, dan dorong perubahan nyata!


Referensi 

Badan Pusat Statistik. (2024). Tren Inflasi Indonesia 2020-2024. BPS.

Harvard Business Review. (2022). Financial Pressure and Ethical Deviations in State-Owned Enterprises. https://hbr.org/2022/03/financial-pressure-ethics

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2023). Laporan Tahunan Kasus Korupsi Sektor Energi. KPK.

Massachusetts Institute of Technology. (2024). Blockchain for Public Sector Transparency. MIT Journal of Innovation, 12(3), 45-60.

Transparency International. (2023). Corruption Perceptions Index 2023. https://www.transparency.org/en/cpi/2023

Universitas Gadjah Mada. (2023). Dampak Korupsi Sektor Energi terhadap Ketimpangan Sosial. Jurnal Kajian Ekonomi, 8(2), 123-135. (Terakreditasi Sinta).

Oxford Review. (2023). The Role of Active Citizenship in Combating Corruption. https://oxfordreview.org/2023/active-citizenship

Komentar