Kenaikan PPN 12% Tahun 2025 : Tantangan dan Peluang Bagi Pemerintah dan Masyarakat

 

Pajak memegang peranan yang cukup penting dalam sektor perekonomian Indonesia, ini dikarenakan pajak memberikan kontribusi besar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menjadi penyumbang pendapatan terbesar negara. Salah satu jenis pajak yang ada di Indonesia akan mengalami kenaikan pada awal tahun 2025 mendatang yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang awalnya sebesar 11%  akan meningkat menjadi 12%.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan, PPN adalah pemungutan atas pajak konsumsi yang dibayar sendiri sehubungan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) termasuk jenis pajak tidak langsung, artinya pajak tersebut disetorkan oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak.

Awal Mula Meningkatnya Tarif PPN

Pada Tahun 1983 sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1983 berlaku sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 10% dan  konsisten diterapkan. Kemudian tarif PPN mengalami kenaikan setelah disahkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021 oleh Presiden Joko Widodo, dalam Undang-Undang tersebut ditetapkan bahwa tarif PPN 10% hanya berlaku hingga Maret 2022.

Mulai 1 April 2022 tarif PPN resmi mengalami peningkatan menjadi 11% hingga pada 1 januari 2025 akan naik lagi menjadi 12%.  Keputusan untuk meningkatkan tarif PPN ini bertujuan agar mendorong pencapaian target penerimaan pajak dan menjadi salah satu upaya dalam mengatasi pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19. Kenaikan tarif PPN diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan negara dan masyarakat secara keseluruhan. 

 

 

Alasan Meningkatnya Tarif PPN 12%

1.       Penerimaan Negara

Dengan mempertimbangkan kenaikan tarif PPN dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) sebagai salah satu upaya meningkatkan penerimaan negara usai menggelontorkan belanja yang cukup besar saat pandemi, pemerintah perlu meningkatkan penerimaan negara untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga momentum ekonomi agar tetap berkelanjutan.  

2.      Upaya Reformasi Perpajakan

Dikutip dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), rencana kenaikan tarif PPN ini adalah bagian dari upaya reformasi perpajakan yang lebih luas untuk memperkuat fondasi fiskal negara. Dengan diterapkannya sistem pajak yang canggih, pendapatan dari pajak diharapkan dapat lebih optimal. Untuk itu pemerintah  sedang menggarap Core Tax Administration System (CTAS).

3.      Urgensi Perubahan

Penyesuaian tarif PPN merupakan upaya optimalisasi penerimaan pajak untuk meningkatkan rasio pajak agar tercapai fondasi perpajakan yang kuat. Untuk menjadi negara maju, kuat, dan mandiri tentunya penerimaan pajak yang memadai menjadi syarat penting.  

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa tarif PPN Indonesia masih terbilang rendah dari negara lain yang mencapai 15%. Perlu diketahui rasio pajak (tax ratio) Indonesia  juga masih tergolong rendah di antara negara-negara berkembang lain yang rata-rata mencapai 27,8 %. Sedangkan pada tahun 2021 rasio pajak Indonesia tercatat sebesar 9,11 % Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Dengan mengimplementasikan UU HPP diproyeksi mampu mendongkrak rasio pajak sebesar 0,8% terhadap PDB. Tanpa adanya reformasi dan UU HPP, rasio perpajakan 2021-2025 akan stagnan pada kisaran 8,4%-8,6% PDB. Sedangkan dengan adanya reformasi dan implementasi UU HPP, rasio pajak diperkirakan mencapai 9,46%-9,64% pada 2022 dan pada tahun 2025 akan menyentuh  9,76%-10,12% PDB.  

Dampak Akibat Meningkatnya Tarif PPN 12%                       

1.      Penurunan Penjualan Pelaku Usaha

Bhima Yudhistira, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengatakan dengan dilakukan kenaikan tarif PPN akan mengurangi minat masyarakat untuk mengonsumsi barang yang bersifat skunder. Hal ini selaras dengan harga barang dan jasa yang akan mengalami kenaikan pasca tarif PPN naik. Dengan menurunnya minat untuk belanja, dampak dari kenaikan PPN ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat tetapi juga pelaku usaha karena bakal terjadi penurunan permintaan dan akhirnya menurunkan penjualan pelaku usaha.

2.      Penurunan Daya Beli Masyarakat

Pakar Ekonomi Universitas Airlangga, Prof. Dr. Sri Herianingrum, S.E., M.SI. mengatakan kenaikan PPN akan berdampak pada perilaku konsumen secara individual. Pengurangan daya beli akibat kenaikan harga barang akan menyababkan konsumsi masyarakat menurun, terutama masyarakat dengan pendapatan rendah dan menengah, hal ini akan mempersempit ruang gerak ekonomi masyarakat.

Prof Sri juga menekankan dampak kenaikan PPN juga dirasakan dalam tingkat investasi. Para pelaku bisnis, terutama usaha kecil dan menengah, diprediksi mengalami peningkatan biaya produksi. Yang pada akhirnya, itu dapat mengurangi daya saing dan profitabilitas mereka.

Selain itu, kondisi ekonomi indonesia saat ini sudah mengalami ketidakstabilan, terutama dalam hal harga-harga kebutugan pokok yang terus naik secara signifikan. Kenaikan PPN akan semakin memperburuk kondisi tersebut, terutama bagi golongan menengah kebawah yang sudah terkena dampak oleh kenaikan harga barang-barang pokok.

3.      Terjadinya Inflasi

Jika melihat landscape pada tahun 2022 pada saat terjadi kenaikan 10% menjadi 11%, inflasi pangan berada di angka 5,8%. Sedangkan pada Februari 2024, inflasi pangan berada diangka 8,4%. Peningkatan tarif PPN menjadi 12%, diperkirakan akan membuat inflasi berada di atas 1,4% setiap bulannya. Bhima Yudhisthira pengamat ekonomi berpendapat bahwa secara ekonomi makro kenaikan tarif PPN akan mendorong naiknya tarif dasr listrik non-subsidi, bahan bakar minyak bumi dan penyesuaian harga LPG  serta suku bunga. Percepatan kenaikan suku bunga acuan, pada akhirnya akan kenaikan biaya produksi. Meningkatnya inflasi akibat tekanan biayan cenderung menyebabkan harga komoditas dan harga komoditas menjadi lebih tinggi sehingga membatasi daya beli masyarakat.

Barang dan Jasa yang Dikecualikan

Meskipun PPN akan mengalami kenaikan, tidak semua kategori barang dan jasa akan terkena kenaikan tarif PPN. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sejumlah barang dan jasa yang tidak terkana PPN itu diantaranya berada di sektor barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan hingga transportasi.  Rincian barang dan jasa yang dikecualikan tersebut diatur dalam PMK No.116/PMK.010/2017. Berikut daftar barang dan jasa yang tidak terkena kenaikan PPN 12% :

1.      Beras dan Gabah. Kategori yang masuk ialah yang berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling seluruhnya, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai.

2.      Kategori yang masuk ialah yang telah dikupas ataupun belum, termasuk pecah, menir, pipilan, tidak termasuk bibit.

3.      Kategori sagu tidak kena PPN ialah empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar.

4.      Kriteria kedelai yang utuh dan pecah, selain benih serta berkulit.

5.      Garam konsumsi. Dengan kriteria garam beryodium ataupun tidak, termasuk juga garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi/kebutuhan pokok.

6.      Dapat berupa daging segar dari hewan ternak dengan atau tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.

7.      Dengan kategori telur tidak diolah, telur diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.

8.      Kriteria susu sebagai barang tidak kena PPN ialah susu perah yang telah melalui proses dipanaskan atau didinginkan serta tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.

9.      Buah-buahan. Buah-buahan segar yang dipetik dan melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, diiris, degrading, selain dikeringkan.

10.  Sayur-sayuran. Kategori ini adalah sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dibekukan, atau dicacah.

11.  Ubi-ubian. Kategori ubi segar, baik melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, diiris, dipotong, ataupun degrading.

12.  Bumbu-bumbuan. Kategori bumbu-bumbuan segar, dikeringkan dan tidak dihancurkan atau ditumbuk.

13.  Gula konsumsi. Tidak dikenakan PPN dengan kriteria gula kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan pewarna atau perasa.

Lebih lanjut barang dan jasa yang tidak terkena PPN disebutkan dalam Pasal 4A dan 16B UU HPP, dijabarkan sebagai berikut:

1.      Makanan dan minuman yang tersaji di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan sejenisnya, termasuk makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat atau tidak, makanan dan minuman yang diserahkan pada usaha catering atau jasa boga, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.

2.      Uang, emas Batangan yang digunakan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga.

Kemudian dalam Pasal 4A ayat 3, turut dijelaskan jenis jasa yang tak terkena Pajak Pertambahan Nilai. Kelompok jasa tersebut ialah sebagai berikut:

1.      Jasa keagamaan

2.      Jasa perhotelan, yaitu jasa penyewaan kamar atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.

3.      Jasa kesenian dan hiburan, meliputi jenis jasa yang dilakukan pekerja seni dan hiburan yang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.

4.      Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.

5.      Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

6.      Jasa boga atau katering, yaitu semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.

Kenaikan PPN Membangun Rumah Sendiri

Sejalan dengan rencana meningkatnya tarif PPN menjadi 12%,  Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  membangun rumah sendiri atau tanpa kontraktor juga akan naik dari 2,2% menjadi 2,4%.

Tarif PPN membangun rumah untuk sekarang tertuang dalam Peraturan  Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 tahun 2022 tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri. Menurut kebijakan tersebut besaran tarif pajak membangun rumah sendiri sebesar 20% dari PPN secara umum. Tarif pajak ini pun naik menjadi 2,4% karena PPN yang naik ke 12% pada awal tahun 2025 mendatang. Kegiatan membangun sendiri yang dimaksud dalam aturan ini bukan hanya pendirian bangunan baru tetapi juga perluasan bangunan lama.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan pengenaan pajak itu tak berlaku untuk semua orang. Pajak 2,4 persen hanya dikenakan jika memenuhi kriteria tertentu, yakni luas bangunan minimal 200 meter persegi. Yustinus juga menegaskan pengenaan pajak itu menjadi bukti pemerintah berpihak kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Pasalnya, pajak hanya berlaku untuk masyarakat kaya.

Selain luas bangunan yang dibangun paling kecil 200 meter persegi, terdapat kriteria atau syarat lain bangunan yang tidak akan dikenakan PPN yaitu (1) Kontruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/ atau baja, (2) Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha.

PPN Dalam Kehidupan Sehari-hari

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 mendatang tentunya akan bisa dirasakan masyarakat secara nyata dan langsung. Salah satunya adalah transaksi jual beli barang atau jasa seperti makan di restoran, berbelanja di mall dan minuman di coffee shop. Harga barang-barang ini yang semulanya terjangkau akan terasa lebih mahal. Contohya jika sebuah hidangan di restoran seharga Rp 100.000,00 dan kemudian dikenakan PPN sebesar 12%, maka total yang harus dibayar menjadi Rp 112.000,00 dan hal ini tentunya menambah biaya bagi konsumen.

Manfaat Kenaikan PPN 12%

1.      Meningkatkan Pendapatan Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun membutuhkan sumber penerimaan yang semakin besar. Dengan kenaikan tarif PPN ini tentunya menguntungkan  bagi pemerintah dan masyarakat, pasalnya bisa digunakan untuk mendukung program-program fiskal seperti inrfastuktur, pendidikan dan kesehatan. Pembangunan infrastuktur dan pembangunan jangka panjang lainnya jika dilaksanakan dengan baik akan membuka lapangan kerja dan fasilitas yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat. Hal ini tentunya mendorong kesejahteraan masyarakat Indonesia.

2.      Menstabilkan Perekonomian Negara

Peningkatan penerimaan perpajakan secara langsung akan menaikkan tax ratio negara. Rasio pajak menunjukkan jumlah pajak yang diterima sebagai persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Semakin tinggi rasio pajak, semakin kokoh pula sumber pendanaan yang dimiliki suatu negara. Dengan landasan perpajakan yang kuat tersebut semakin mendorong stabilitas perekonomian negara.

3.      Sesuai Momentum

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa penyesuaian tarif PPN berlangsung pada momen yang tepat. Selama menghadapi hantaman pandemi Covid-19, APBN menjadi instrumen utama untuk melindungi masyarakat dan memulihkan ekonomi. Defisit anggaran diperlebar melampaui batas tiga persen PDB. Kerja keras APBN di 2021 terbukti mampu membawa ekonomi Indonesia bahkan lebih baik dari kondisi pra pandemi.  Seiring momentum pemulihan ekonomi Indonesia yang terus bergerak positif, sangat penting untuk mempersiapkan landasan yang kondusif bagi konsolidasi fiskal di mana APBN harus kembali kepada relnya dengan defisit anggaran kembali pada level maksimal tiga persen sesuai amanat UU 2/2020. Nah, dengan kenaikan PPN 12% tentunya akan meningkatkan penerimaan APBN.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Akashi, N. (2024). PPN Direncanakan Naik Menjadi 12 Persen, Ini Alasan Serta Dampaknya. Diakses pada 18 September 2024 dari https://www.detik.com/jogja/bisnis/d-7338682/ppn-direncanakan-naik-jadi-12-persen-ini-alasan-hingga-dampaknya

CNN Indonesia. (2024). Apa itu PPN yang Akan Naik 12 persen dan Pengaruhnya ke Masyarakat. Diakses pada 18 September 2024 dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240311161431-532-1073117/apa-itu-ppn-yang-akan-naik-12-persen-dan-pengaruhnya-ke-masyarakat

CNN Indonesia. (2024). Tahun Depan Bangun Rumah Sendiri Bakal Kena Pajak 2,4 Persen. Diakses pada 18 September 2024 dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240915103158-532-1144590/tahun-depan-bangun-rumah-sendiri-bakal-kena-pajak-24-persen

Kompas.com. (2024, 13 Agustus). PPN Naik Jai 12 Persen, Cari Kerja bisa Makin Sulit. (Video). Youtube. https://youtu.be/P4g4odOkRms?si=NpNCwAteSeVNMlqj

Maulina, S. (2024). 2025 PPN Naik 12%, Pakar UNAIR Ulas Dampaknya pada Aktivitas Ekonomi. Diakses pada 18 September 2024 dari https://unair.ac.id/2025-ppn-naik-12-pakar-unair-ulas-dampaknya-pada-aktivitas-ekonomi/

Putri. I. (2024). Kenaikan PPN 12% dan Dampaknya Terhadap Ekonomi. Vol 8. Diakses pada 18 September 2024 dari https://www.journal.stiemb.ac.id/index.php/mea/article/download/4077/1853/

Purwowidhu. CS. (2022). Kenaikan Tarif PPN Dalam Kerangka Reformasi Perpajakan. Diakses pada 20 September 2024 dari https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/kenaikan-tarif-ppn-dalam-kerangka-reformasi-perpajakan

 

 

Rachman, A. (2024). PPN Naik 12% di 2025, Barang dan Jasa Dikecualikan!. Diakses pada 18 September 2024 dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20240819060954-4-564231/ppn-naik-12-di-2025-barang-dan-jasa-dikecualikan

Sari, F. (2024). Sri Mulyani Ungkap Alasan Pemerintah Naikkan PPN Jadi 12% di 2025. Diakses pada 18 September 2024 dari https://katadata.co.id/finansial/makro/66693bc202678/sri-mulyani-ungkap-alasan-pemerintah-naikkan-ppn-jadi-12-di-2025

 

Komentar