Penurunan Drastis Populasi di China, Ekonomi Dunia Terancam?

Pengkaji: 

  1. Ahmad Habiburrahman
  2. M. Adithya Gautama
  3. Olivia Giovanni

Populasi secara ringkas biasa diartikan sebagai jumlah total atau jumlah kesuruhan dari sebuah objek. Menurut KBBI, populasi adalah jumlah jiwa atau indvidu yang berada dalam suatu wilayah atau daerah. Bagi sebuah negara, populasi memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan dan kemajuan negara. Peranan populasi tidak hanya terkait aspek ekonomi, tetapi juga berpengaruh terhadap aspek lain seperti politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, pengelolaan populasi yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk memaksimalkan potensi dan kesejahteraan populasi dalam mendukung kemajuan negara.

Namun, tidak semua negara mampu mengelola populasi dengan baik. Salah satu negara yang sedang menghadapi tantangan demografi yang serius adalah China. Sebagai negara dengan populasi terbanyak di dunia saat ini, penurunan populasi yang terjadi di China menjadi pusat perhatian banyak pihak, dengan angka penurunan yang terbilang drastis, tentunnya sangat berpengaruh pada banyak aspek di negara tersebut. Salah satu dampaknya adalah ancaman krisis ekonomi, yang disebabkan oleh menurunnya angkatan kerja, konsumsi, dan investasi. Pada awal tahun 2023, China mengumumkan data yang mengejutkan, yaitu populasi negara tersebut menyusut untuk pertama kalinya dalam 60 tahun terakhir.

Penurunan jumlah penduduk di China terjadi sejalan dengan perkembangan waktu, kemajuan teknologi, dan pelaksanaan kebijakan Keluarga Berencana (KB) oleh pemerintah China. Dalam program KB ini, satu pasangan hanya diizinkan memiliki satu anak. Meskipun pemerintah telah melonggarkan kebijakan KB, tingkat kelahiran di China tetap menurun. Data resmi menunjukkan peningkatan jumlah bayi baru lahir pada 2016 namun mengalami penurunan selama tiga tahun berturut-turut. Hasil sensus Desember 2020, yang belum di publikasikan, memperkirakan populasi China kurang dari 1,4 miliar.

Penurunan populasi ini membawa dampak negatif bagi China, terutama dalam bidang ekonomi. Biro Statistik Nasional mencatat penurunan 2,08 juta atau 0,15 persen, sehingga populasi pada 2023 menjadi 1,4 miliar. Penurunan ini terjadi selama dua tahun berturut-turut, dengan penurunan pada 2023 melebihi penurunan 850 ribu jiwa pada 2022. Laporan ini dianggap sebagai penurunan populasi pertama sejak 'Kelaparan Besar' pada 1961. Angka kelahiran di China menurun drastis akibat kebijakan satu anak (1980-2015) dan urbanisasi yang pesat, mirip dengan fenomena di Jepang dan Korea Selatan. Urbanisasi dipicu oleh biaya lebih tinggi untuk memiliki anak di tengah ledakan ekonomi.

Faktor penyebab

a.       Tingkat kesuburan yang terus menurun

Tingkat kesuburan China terus menurun sejak 1990-an, ke level terendah sepanjang masa dengan tingkat kesuburan 1,28 pada 2020. Menurut laporan baru, tingkat kesuburan total di negara tersebut, yaitu jumlah rata-rata bayi yang akan dimiliki seorang perempuan sepanjang hidupnya, turun ke rekor terendah 1,09 pada tahun lalu dari 1,30 pada dua tahun sebelumnya. Artinya, tingkat kesuburan di China kini bahkan lebih rendah dibandingkan Jepang, negara yang sudah lama dikenal dengan masyarakatnya yang menua.

b.      Menurunnya angka kelahiran dan tingginya angka kematian

Populasi negara China telah menurun selama dua tahun berturut-turut, di mana jumlah penurunan pada 2023 jauh di atas penurunan populasi sebesar 850 ribu jiwa pada 2022. Beijing melaporkan bahwa angka kelahiran di China kini turun menjadi 6,39 persen per 1.000 penduduk. Dalam jangka panjang, para ahli PBB memperkirakan populasi China akan menyusut sebesar 109 juta jiwa pada 2050. Ini berarti lebih dari tiga kali lipat penurunan dari perkiraan mereka sebelumnya pada 2019. Angka kematian di China meningkat 6,6 persen menjadi 11,1 juta pada 2023, yang merupakan angka kematian tertinggi sejak 1974. Angka kematian ini melebihi angka kelahiran, yang hanya 9,02 juta pada 2023. Hal ini menyebabkan penurunan populasi secara alami. Salah satu faktor yang meningkatkan angka kematian adalah pandemi Covid-19, yang menewaskan lebih dari 4.000 orang di China.

c.       Tingginya biaya pendidikan dan pengasuhan anak

Banyak pasangan muda di China yang lebih mengutamakan kemandirian dan pekerjaan mereka daripada membesarkan anak. Tingginya biaya pendidikan dan penitipan anak mendorong banyak pasangan di negara ini enggan memiliki anak, sementara ketidak pastian pasar kerja membuat perempuan tidak ingin berhenti berkarir dan memilih untuk terus melanjutkannya, bagi banyak orang hal ini juga menjadi sebab turunnya kualitas hidup yang serius sehingga mereka lebih memilih untuk tidak memiliki anak atau bahkan pasangan.

Tingkat pengangguran anak muda China mencapai rekor tertinggi pada 2023, dan upah para pekerja kantoran turun, sehingga banyak yang tidak ingin mengambil risiko memiliki anak. Menurut para ahli demografi, diskrimnasi gender dan ekspektasi tradisional bahwa perempuan mengambil peran sebagai pengasuh dalam rumah tangga merperburuk masalah ini.

d.      Kebijakan satu anak yang diterapkan sejak akhir 1970-an.

Kebijakan ini diberlakukan oleh pemerintah China sejak 1980 hingga 2015 untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk yang dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini membatasi setiap pasangan untuk hanya memiliki satu anak. Meskipun kebijakan ini telah dilonggarkan pada 2016, tingkat kesuburan penduduk pada 2020 hanya mencapai 1,3 anak per wanita.

Kebijakan satu anak dan preferensi budaya untuk anak laki-laki juga menyebabkan ketidakseimbangan gender, dengan jumlah laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Beijing melaporkan bahwa angka kelahiran di China kini turun menjadi 6,39 persen per 1.000 penduduk. Angka tersebut telah menurun selama beberapa dekade sebagai akibat dari kebijakan satu anak yang diterapkan sebelumnya.

Selain itu, faktor lain yang berkontribusi meliputi perubahan struktur usia, urbanisasi, dan tekanan ekonomi serta lingkungan kerja yang tinggi di daerah perkotaan. Urbanisasi yang pesat juga menjadi salah satu faktor menyebabkan penurunan populasi di china, yang dipicu oleh pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti biaya hidup yang lebih tinggi, kesulitan mendapatkan perumahan, persaingan kerja yang ketat, dan kurangnya dukungan keluarga dan sosial. Urbanisasi menyebabkan biaya hidup dan biaya untuk memiliki anak meningkat, sehingga banyak pasangan muda yang menunda atau bahkan tidak ingin memiliki anak, selain itu juga menyebabkan penurunan jumlah wanita usia subur, yang berdampak pada penurunan angka kelahiran.

 

Upaya pemerintah China

Tentunya pemerintah negara China telah melakukan beberapa upaya dalam mengatasi masalah ini, baik dari segi kebijakan, insentif, maupun edukasi. Pada 2021, pemerintah China telah mengizinkan setiap pasangan untuk memiliki tiga anak. Tujuannya adalah untuk meningkatkan tingkat kesuburan penduduk, yang saat ini hanya 1,3 anak per wanita, jauh di bawah tingkat penggantian penduduk yang sekitar 2,1 anak per wanita. Pemerintah China berharap dengan kebijakan tiga anak, angka kelahiran akan naik menjadi 1,8 anak per wanita pada 2025.

Selain itu, pemerintah China menawarkan berbagai insentif dan fasilitas bagi keluarga yang ingin memiliki anak, seperti keringanan pajak, subsidi penitipan anak, perawatan kesehatan ibu yang lebih baik, dan perumahan yang lebih terjangkau. Pemerintah China juga mempermudah perempuan untuk memiliki anak tanpa menikah. Tujuan dari pemberian insentif dan fasilitas ini adalah untuk mengurangi beban finansial dan sosial bagi keluarga, serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak. Pemerintah China berharap dengan insentif dan fasilitas ini, pasangan muda akan lebih termotivasi untuk memiliki anak, dan angka kematian ibu dan bayi akan menurun.

 

Dampaknya terhadap China

Penurunan populasi di China memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan ekonomi dan sosial negara tersebut. Dari segi ekonomi, china memiliki rata rata usia pensiun yang rendah dibanding negara lain, usia 60 tahun untuk laki laki dan 55 tahun untuk perempuan. Menurut data dari Kementerian Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial China, ada sekitar 28 juta orang yang akan pensiun pada 2023, dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 400 juta pada 2035, yang mana angka tersebut lebih banyak dari seluruh populasi Amerika Serikat saat ini. Hal ini menimbulkan masalah kekurangan tenaga kerja dan peningkatan beban fiskal bagi pemerintah China.

Menurut data dari Bank Dunia, angkatan kerja China menurun dari 806 juta pada 2013 menjadi 775 juta pada 2019, dan diperkirakan akan terus menurun menjadi 700 juta pada 2030. Hal ini menyebabkan penurunan produktivitas dan daya saing China di pasar global. Selain itu, penurunan populasi juga berarti berkurangnya permintaan domestik dan ekspor, yang dapat mengurangi pendapatan dan investasi. Menurut data dari Badan Statistik Nasional China, konsumsi domestik China hanya tumbuh 3,9% pada 2020, jauh di bawah target 8%. Sementara itu, ekspor China juga mengalami penurunan sebesar 3,3% pada 2020, akibat menurunnya permintaan global. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi China melambat dari 6,1% pada 2019 menjadi 2,3% pada 2020, yang merupakan tingkat terendah sejak 1976.

Dari segi sosial, penurunan populasi juga memiliki dampak yang negatif terhadap kesejahteraan sosial China. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya beban fiskal dan sosial akibat perubahan struktur usia. Dengan penurunan tingkat kelahiran dan peningkatan harapan hidup, proporsi populasi lansia di China semakin meningkat. Menurut data dari PBB, rasio ketergantungan lansia (jumlah lansia per 100 orang usia kerja) di China meningkat dari 11,3 pada 2010 menjadi 18,7 pada 2020, dan diperkirakan akan mencapai 42,6 pada 2050. Hal ini berarti bahwa China akan menghadapi tantangan untuk membiayai tunjangan pensiun dan perawatan kesehatan bagi populasi lansia yang semakin besar, sementara jumlah pekerja dan kontribusi pajak yang semakin berkurang. Selain itu, penurunan populasi juga menyebabkan penurunan kualitas hidup dan kebahagiaan penduduk. Menurut data dari World Happiness Report 2020, China berada di peringkat 94 dari 153 negara dalam hal kebahagiaan, turun 16 peringkat dari tahun sebelumnya.

 

Dampaknya terhadap global

Penurunan populasi China tidak hanya berdampak pada negara itu sendiri, tetapi juga pada dunia secara keseluruhan. China adalah negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar kedua di dunia, dengan angka US$17,96 triliun pada 2020. China juga merupakan negara dengan total ekspor dan impor terbesar di dunia, dengan angka US$4,6 triliun pada 2020. Dengan jumlah PDB dan perdagangan yang hampir 10 persen dari total global, pelemahan ekonomi China tentu akan berdampak besar bagi perekonomian global.

Menurut lembaga pemeringkat kredit AS, Fitch, perlambatan China "membayangi prospek pertumbuhan global" dan menurunkan perkiraannya untuk seluruh dunia pada 2024. Namun, menurut beberapa ekonom, gagasan bahwa China adalah mesin pertumbuhan ekonomi global adalah hal yang berlebihan. Mereka berpendapat bahwa China lebih banyak mengandalkan permintaan domestik daripada ekspor, dan bahwa dampak penurunan populasi China akan lebih terasa di kawasan Asia, terutama di negara-negara yang bergantung pada rantai pasokan dan investasi China, seperti Indonesia, Vietnam, dan Malaysia.

Dari segi sosial, penurunan populasi China juga memiliki dampak yang luas terhadap dunia. Salah satu dampaknya adalah menurunnya emisi gas rumah kaca dan konsumsi energi, yang dapat berkontribusi terhadap upaya mitigasi perubahan iklim. Menurut data dari Global Carbon Project, China adalah negara dengan emisi karbon dioksida terbesar di dunia, dengan angka 10,17 gigaton pada 2020. Menurut studi dari Universitas California, Berkeley, penurunan populasi China dapat mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 2,4 gigaton pada 2060, setara dengan emisi tahunan India saat ini. Selain itu, penurunan populasi China juga dapat mengurangi konsumsi energi, terutama batubara, yang merupakan sumber energi utama China. Menurut data dari BP, China adalah negara dengan konsumsi batubara terbesar di dunia, dengan angka 4,04 miliar ton pada 2020.

Dampak lain dari penurunan populasi China adalah berubahnya dinamika politik dan keamanan global. China adalah negara dengan anggaran militer terbesar kedua di dunia, dengan angka US$252 miliar pada 2020. China juga merupakan negara dengan jumlah personel militer terbesar di dunia, dengan angka 2,19 juta pada 2020. Penurunan populasi China dapat mempengaruhi kemampuan dan ambisi China untuk mempertahankan dan memperluas pengaruhnya di kawasan dan dunia. Menurut analisis dari RAND Corporation, penurunan populasi China dapat mengurangi kekuatan militer relatif China terhadap AS dan negara-negara lain, serta mengurangi kemungkinan konflik antara China dan negara-negara tetangganya, seperti India, Jepang, dan Taiwan.

Menurut artikel yang dilansir CNBC Indonesia, Negara China sendiri diketahui merupakan motor dari pertumbuhan ekonomi dunia dengan menyumbang sebanyak 40 persen pada perekonomian dunia. Melemahnya ekonomi China akan sangat berpengaruh terhadap kemerosotan perekonomian dunia. Penurunan populasi di China juga mempengaruhi penyusutan dalam jumlah angkatan kerja. Keterbatasan tenaga kerja karena penyusutan tentunya dapat berpengaruh terhadap sektor industri yang bertugas dalam produksi barang di China. Terhambatnya produksi barang tersebut dapat menyebabkan penyusutan terhadap jumlah permintaan baik dalam negeri maupun luar negeri. China sendiri Selama 10 tahun terakhir telah menginvestasikan lebih dari $1 triliun dalam proyek infrastruktur besar yang dikenal sebagai Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative).

Lebih dari 150 negara menerima uang dan teknologi dari Tiongkok untuk membangun jalan, bandara, pelabuhan dan jembatan. Dan tentunnya komitmen China terhadap proyek-proyek tersebut dapat mulai terganggu jika masalah ekonomi di dalam negeri China terus berlanjut sehingga dapat mempengaruhi perekonomian dunia saat ini.

Ekonom senior, sekaligus Komisaris Independen BCA, Raden Pardede mengungkapkan bahwa kelemahan ekonomi China akan membawa dampak terhadap perekonomian global maupun di Indonesia. Dia menjelaskan, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi di China akan akan berpengaruh pada 0,4 persen pertumbuhan ekonomi dunia. Sementara, dampak ke Indonesia yaitu sekitar 0,29 persen dari 1 persen pertumbuhan ekonomi China. Diketahui India juga akan melampaui China sebagai negara terpadat di dunia mulai April 2023 dalam Proyeksi Populasi Dunia terbaru PBB. Setelah secara bertahap menutup kesenjangan dengan China dari lebih dari 200 juta menjadi lebih dari 10 juta pada tahun 2022, Dana Kependudukan PBB memperkirakan bahwa populasi India akan meningkat menjadi 1,429 miliar, melampaui pemimpin lama China yang berjumlah hampir dua juta jiwa, ini menunjukan penurunan populasi di China semakin besar dan tentunnya hal ini menjadi kegelisahan bagi China yang berarti akan mengalami pengurangan usia produktif dan terbebani oleh penduduk berusia lanjut yang jumlahnya semakin membesar.

 

Akankah populasi China terus menyusut?

Populasi China diperkirakan akan terus menyusut dalam beberapa dekade ke depan. Menurut data dari Worldometer, populasi China saat ini adalah 1,425 miliar jiwa pada 2024, dan diperkirakan akan menurun menjadi 1,425 miliar jiwa pada 2025, dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar -0,03%. Menurut data dari UNFPA China, populasi China pada 2020 adalah 1,424 miliar jiwa, dan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 2027 dengan 1,431 miliar jiwa, kemudian menurun menjadi 1,402 miliar jiwa pada 2035, dan 1,248 miliar jiwa pada 2050, dengan laju pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar -0,25% pada periode 2020-2050. Data dari Biro Statistik Nasional China juga menunjukkan bahwa angka kelahiran di China semakin menurun dan telah disalip oleh angka kematian, dengan populasi China turun hingga di bawah 1,4 miliar jiwa pada tahun 2022. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti biaya hidup yang tinggi dan perubahan pola pikir masyarakat terkait memiliki anak. Meskipun demikian, proyeksi tersebut juga menunjukkan bahwa masih ada waktu sekitar empat dekade hingga ancaman demografi akhirnya benar-benar terjadi. Oleh karena itu, populasi China diperkirakan akan terus menyusut dalam beberapa dekade ke depan, dengan berbagai dampak yang mungkin timbul baik di dalam negeri maupun secara global.

Selama kira-kira 200 tahun terakhir, banyak negara-negara industri telah mengalami "transisi demografis". Setelah awalnya tumbuh dengan pesat, populasi mereka akhirnya bertransisi dari tingkat kelahiran dan kematian yang tinggi menjadi tingkat kelahiran dan kematian yang rendah. China dianggap sebagai masyarakat "pasca-transisi", yang telah menyelesaikan siklus ini.

Namun, tidak ada yang bisa memastikan apa yang terjadi kedepannya. Tingkat kesuburan China diperkirakan akan terus menurun, terutama karena populasi usia tua dan jumlah perempuan usia subur secara keseluruhan lebih sedikit. Dalam beberapa tahun terakhir China telah membuat banyak langkah baru, termasuk menghapus kebijakan satu anak, beberapa jenis subsidi pada tingkat yang berbeda. Tapi langkah-langkah tersebut belum benar-benar bekerja dengan baik, fertilitas belum berbalik. Ada kemungkinan penurunan ini akan terus berlanjut.

 

SUMBER :

China’s Population Projection -- Medium Variant (2021-2025)

https://www.worldometers.info/world-population/china-population/

https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2010/09/100925_chinaonechild

https://www.idntimes.com/business/economy/rahmah-n/populasi-menua-di-china-perlambat-pertumbuhan-ekonomi-negara-c1c2

https://www.cnbcindonesia.com/news/20230929124235-4-476467/ekonomi-china-terguncang-ini-dampaknya-bagi-dunia

https://infobanknews.com/ekonomi-china-melemah-segini-dampaknya-ke-global-dan-ri/

https://www.idxchannel.com/economics/populasi-china-berkurang-275-juta-orang-bisa-ancam-pertumbuhan-ekonomi

https://www.cnbcindonesia.com/news/20230822084753-4-464918/terungkap-3-biang-kerok-keruntuhan-ekonomi-china

https://www.bbc.com/indonesia/articles/cw0x292qj84o

https://www.viva.co.id/berita/dunia/1512507-faktor-faktor-penyebab-populasi-china-turun-drastis-terungkap

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20240117183007-33-506719/jumlah-penduduk-china-turun-drastis-paling-ekstrem-di-dunia

https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/01/17/angka-pertumbuhan-penduduk-china-terendah-sejak-tahun-1961

https://www.kompas.tv/internasional/369027/penduduk-china-menyusut-850-ribu-jiwa-penurunan-populasi-pertama-dalam-beberapa-dekade?page=all

 

Komentar